HATI-HATI JIKA ANDA MENGKONSUMSI MAKANAN...
Keracunan makanan bisa diakibatkan karena adanya kontaminasi pada bahan pangan ataupun toksin yang memang sudah ada pada bahan pangan tersebut. Beberapa penyebab keracunan makanan antara lain mikroba patogen, senyawa kimia, dan toksin alami. Gejala keracunan makanan yang dialami bisa berupa mual, muntah, diare, pusing, gangguan pernafasan, anafilaktive shock, bahkan bisa mengakibatkan kematian. Masuknya racun makanan ke tubuh terutama melalui saluran cerna. Meskipun demikian, kulit dan paru juga merupakan tempat pemejanan racun makanan terutama yang tercemar oleh pelarut organik atau partikel padatan.
Akhir-akhir ini masyarakat dikejutkan dengan terjadinya kasus keracunan makanan yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah. Keracunan ini diduga disebabkan oleh bakteri Peudomonas cocovenenans yang bisa tumbuh pada tempe gembus. Terakhir kali Mentri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan penyebab sepuluh warga Kanigoro masih dalam investigasi. Sementara peneliti Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat mengatakan, tempe gembus aman dikonsumsi asalkan tidak mengandung ampas kelapa. Selain itu, produsen harus menjaga kebersihan pangan dan tempat pembuatan tempe gembus. Di Indonesia setiap makanan dapat dengan leluasa beredar dan dijual tanpa harus terlebih dahulu melalui kontrol kualitas dan kontrol keselamatan. Lebih dari 70% makanan yang beredar dan dijual, dihasilkan oleh produsen yang masih tradisional yang dalam proses produksinya kebanyakan masih jauh dari memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan, bahkan beberapa di antaranya hampir atau tidak memenuhi persyaratan sama sekali.
Dalam merawat pasien keracunan, yang penting adalah pengambilan keputusan yang tepat. Peribahasa treat the patient not the poisons adalah prinsip paling penting karena usaha yang keras untuk membuang rcaun dari tubuh pasien tidak ada gunanya jika pasien tidak bernafas atau tekanan darahnya sangat rendah. Langkah pertama terapi adalah menilai kondisi pasien dan menggunakan langkah apa saja yang diperlukan untuk menstabilkan kembali kondisinya. Kemudian barulah mengidentifikasi zat beracun, jumlahnya dan waktu pemaparan. Episode singkat mual atau muntah dan diare ringan yang berlangsung selama kurang dari 24 jam dapat dilakukan perawatan sendiri di rumah. Makan makanan padat yang bisa menyebabkan mual atau muntah harus dihindari tapi minum banyak cairan lebih dianjurkan. Mencegah minum minuman beralkohol, yang mengandung kafein dan gula jika memungkinkan. Produk rehidrasi yang dijual bebas (OTC) untuk diare seperti Pedialyte dan Rehydralyte mahal tapi sangat baik digunakan jika tersedia. Minuman berenergi seperti Gatorade dan Powerade baik untuk pasien dewasa tapi harus diencerkan dengan air karena banyak mengandung gula yang bisa memperparah diare.
Sebagian besar keracunan makanan tidak memerlukan pengobatan OTC untuk menghentikan diare, tapi biasanya aman jika langsung digunakan OTC. Cara ini tidak direkomendasikan untuk kasus yang terjadi pada anak-anak. Untuk anak-anak sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit. Terapi utama untuk keracunan makanan adalah mengembalikan cairan dalam tubuh (rehidrasi) secara infus dan dengan minum. Jadi, diperlukan perawatan di rumah sakit. Hal ini tergantung dari keparahan dehidrasi yang dialami pasien, respon terhadap terapi, dan kemampuan pasien untuk minum tanpa dimuntahkan. Antimuntah dan pengobatan diare mungkin diperlukan. Dokter juga harus melakukan terapi terhadap demam yang dialami pasien. Antibiotik jarang digunakan untuk keracunan makanan karena antibiotik dapat memperparah kondisi pasien. Kondisi sakit yang dialami dalam waktu lama pada diare karena infeksi Shigellae dapat diatasi dengan antibiotik, tapi biasanya bisa pulih tanpa pemberian antibiotik. Keracunan karena jamur atau cendawan atau karena makan makanan yang terkontaminasi dengan pestisida, mungkin memerlukan bilas lambung atau pemberian antidotum. Keracunan pada kasus ini biasanya parah dan memerlukan perawatan intensif di rumah sakit Bilas lambung adalah pembersihan lambung dengan air atau saline normal. Walaupun prosedurnya sederhana, namun ini harus dilakukan di tempat pelayanan kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar